Kejagung Tetapkan Mantan Menteri Perdagangan Sebagai Tersangka

Jakarta, matankri.com – Kejaksaan Agung RI (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016 berinisial TTL sebagai tersangka. Perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula pada Kementerian Perdagangan tahun 2015-2023.

Selain TTL, Kejagung juga menetapkan satu tersangka lain dalam perkara yang sama. Yaitu mantan direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) berinisial TS.

Kedua tersangka di sangka melakukan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula. Yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp 400 miliar.

“Pada hari ini, Selasa, 29 Oktober 2024, penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus menetapkan status saksi. Terhadap dua orang menjadi tersangka karena telah memenuhi alat bukti bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana korupsi,”ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qodir dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2024.

Penetapan tersangka TTL selaku Mendag periode 2015-2016 berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomot TAP-60/F.2/Fd.2/X/2024 tanggal 29 Oktober 2024. Sementara status tersangka kedua atas nama TS selaku direktur pengembangan bisnis pada PT PPI periode 2015-2016 berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor Tap-61/F.2/Fd.2/X/2024.

Mantan Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) berinisial TS.

Dengan penetapan status tersebut, kedua tersangka menjalani masa penahanan selama 20 hari. Tersangka TTL di tahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor 50 tanggal 29 Oktober 2024.

Sementara tersangka TS di tahan tim jaksa penyidik JAM-Pidsus di Rutan Salemba Cabang Kejagung. Berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor 51 tanggal 29 Oktober 2024.

Dirdik JAM-Pidsus Kejagung menyatakan para tersangka di duga telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 junto pasal 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999. Sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2021 junto UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan TPK junto pasal 5 ayat 1 ke-1 KUHP

Modus Tindak Pidana Korupsi.

Dari hasil penyidikan, tim Jaksa Penyidik JAM-Pidsus menjelaskan bahwa Rapat Koordinasi (Rakor) antara kementerian pada 18 Mei 2015. Menyimpulkan Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor gula. Namun pada tahun yang sama, Mendag TTL memberikan izin pemberian impor Gula Kristal Mentah (GKM) sebanyak 105 ribu ton Kepada PT AP. GKM tersebut kemudian di olah menjadi Gula Kristal Putih (GKP).

Dalam hal pengadaan impor, merujuk Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustriab Nomor 157 Tahun 2004. Menetapkan importasi gua kristal putih hanya boleh di lakukan BUMN.

“Tetapi berdasarkan persetujuan impor yang sudah di keluarkan oleh tersangka TTL. Impor tersebut di lakukan oleh PT AP dan impor gula gula kristal mentah tersebut tidak di lakukan melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait. Serta tanpa adanya rekomendasi dari Kemenperin guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri,” ujar Dirdik JAM-Pidsus.

Pada perkembangannya, Rakor para menteri di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 28 Desember 2015. Salah satunya membahas mengenai Indonesia yang mengalami kekurangan GKP sebanyak 200 ribu ton untuk stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional pada tahun 2016.

Tim jaksa penyidik juga menemukan antara bulan November-Desember 2025. Tersangka TS memerintahkan staf Senior Manager Bahan Pokok PT PPI berinisial P untuk menggelar pertemuan dengan 8 perusahaan swasta. Untuk memenuhi kebutuhan GKP guna pemenuhan stok dan stabilisasi harga yang seharusnya hanya boleh di lakukan oleh BUMN.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qodir

Di ketahui kedelapan perusahaan swasta yang mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih sebenarnya hanya mengantongi izin produksi.  Sebagai produsen gula rafinasi yang di peruntukan untuk industri Mamin dan Farmasi.

“Setelah ke-8 perusahaan tersebut mengimpor dan mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih. Selanjutnya PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut,” ungkap Dirdik JAM-Pidsus.

Pada kenyataannya, kedelapan perusahaan tersebut menjual gula ke pasar atau masyarakat melalui distributor. Yang terafiliasi dengan harga Rp16.000 per Kilogram (Kg) atau di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Yang saat itu di tetapkan sebesar Rp13.000 per Kg.

Dari pengadaan GKM yang di olah menjadi GKP tersebut, PT PPI mendapatkan fee dari 8 perusahaan tersebut sebesar Rp105 per Kg.

“Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dan negara di rugikan kurang lebih sekitar Rp400 miliar,” ungkap Dirdik JAM-Pidsus.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *